Share halaman ini
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  

 

“Ayah mau pergi lagi?”

“Iya nih bun, ada klien baru yang mau ngajak kerjasama jadi distributor produk kita, dia ngajak ketemuan,” Jawabku sambil mengaitkan kancing bajuku

“Tapi ayah kan baru pulang kerja, masa’ mau pergi lagi? Belum istirahat, belum makan.” Jawab nya dengan nada bicara kesal.

“Gak apa, lagian ketemuannya di rumah makan kok, nanti sekalian makan di sana,” balas ku seraya mencium pipi anakku yang baru berusia 8 bulan di gendongan lengan kiri istriku.

“Hati-hati ya.” Pesan istriku sambil mengernyitkan dahi, raut wajah nya mengisyaratkan perasaan bingung, antara kesal karena waktuku bersama nya dan anak kita berkurang namun mau tak mau harus menyetujui pintaku untuk menemui klien.

“Iya, eh bunda nanti mau dibawakan apa?” basa-basiku sedikit menghiburnya agar dia tak kecewa.

“emm… mie goreng aja” jawabnya sudah agak sumringah, akupun mengiyakan dan segera berpamitan.

Sejak anak pertamaku lahir, aku lebih serius menjalankan bisnis sepatu kulit yang sudah aku rintis 2 tahun lalu. Demi masa depan nya dan demi mencukupi kebutuhan keluarga.

***

Setiba di rumah makan, aku celingukan mencari sosok klien. Nampaknya beliau memang belum datang. Aku mengecek ponsel dan benar saja Pak Agus, nama klien ku tersebut mengirimkan pesan mengabarkan perihal kedatangan nya yang mungkin akan terlambat karena harus mengurus beberapa hal di Department Store milik nya. Setelah menerima proposal kerjasama yang aku kirim beberapa bulan lalu, akhirnya beliau berminat mengajak ku bekerjasama untuk mengisi salah satu galeri di Departement Store yang beliau miliki.

Kuisi waktu sambil menunggu beliau dengan membaca katalog karpet sajadah yang kudapat dari masjid yang kusinggahi untuk sholat Dhuha pagi tadi.

Katalog yang cukup lengkap dan menarik, pilihan karpet sajadah lengkap dan sudah terpasang di banyak masjid. Mungkin aku perlu juga memesan karpet sajadah di toko ini, gumamku.

“Assalamualaikum,” sapa Pak Agus membuyarkan lamunanku. Kututup katalog karpet sajadah dan kusimpan kembali ke dalam tas.

“Walaikumsalam, Pak Agus.”

“Maaf, ya, Mas. Saya terlambat. Sudah lama nunggu?”

“Oh, iya tidak apa-apa Pak. Saya juga baru sebentar, kok, di sini” jawabku sedikit kaget. Kukira beliau akan terlambat minimal hingga setengah jam atau lebih, ternyata baru sekitar 10 menit beliau sudah datang. Belum lagi adab beliau yang begitu merendah. Meski terbilang ‘orang penting’, beliau tak sungkan meminta maaf meski hanya terlambat sekitar 10 menit. Sungguh menginspirasi, ujarku dalam hati.

Aku mempersilakan duduk dengan berdiri dan berniat menggeret kursi untuk beliau duduk, namun beliau menolak.

“Nggak usah repot, Mas.” Tolak beliau dengan halus beserta gestur tangan yang melambai menyuruhku kembali ke kursiku. Setauku, ‘orang penting’ biasa nya suka dilayani, nemun tidak dengan beliau yang justru berperilaku sangat sederhana dan biasa saja yang lagi-lagi membuatku kagum.

Kami pun berbincang membicarakan rencana kerjasama kami. Pak Agus sangat tertarik dengan produk home industri sepatu kulit asli yang aku produksi.

Beliau bertanya mengenai perihal kualitas, bahan, lama pengerjaan hingga jumlah yang bisa diproduksi dalam kurun waktu tertentu sesuai proposal yang aku kirimkan.

Aku menjelaskan dengan semangat sambil menunjukkan rekaman video pengrajin yang sedang bekerja dan beberapa contoh sepatu kulit yang sudah kusiapkan.

Pak Agus semakin yakin dengan kerjasama ini, beliau menjelaskan perihal kode etik kerja sama dan berharap mulai bulan depan aku sudah mulai mengisi galeri sepatu kulit di Departement Store beliau. Bismillah, kontrak kerja disepakati dengan ditandai tanda tangan kami.

***

Sesampainya di rumah aku langsung menceritakan kontrak kerjasama yang telah aku sepakati dengan pemilik Departement Store terkenal Di Surabaya itu.

“Alhamdulillah, aku seneng banget, Yah. Emang kalau sudah rezeki nya nggak akan kemana, ya? Semoga usaha kita makin berkah dan makin besar.” Ucap istriku dengan mata berbinar, air muka nya penuh kegembiraan.

“Mie goreng pesenan bunda, mana?”

“Hehe… maaf tadi saking pengin cepat pulang ayah lupa beli. Bunda belum makan malam?”

“Padahal bunda sengaja nggak makan malam nunggu mie goreng Ayah, tapi mungkin belum rezeki nya. Ya udah, bunda bikin nasi goreng aja, deh. Kita makan berdua, ya.” Ucapnya lembut.

Ah, lega nya. Mungkin karena saking senang nya jadi ia bersikap manis begini padahal ia suka ngomel kalau aku lupa membeli barang pesanan nya.

***

Malam itu aku tertidur di ruang tamu setelah asyik berbincang via telepon dengan Pak Barjo, pengrajin sepatu kulit senior mengenai strategi produksi agar tiap bulan dapat memenuhi pesanan sepatu dari Pak Agus.

Saat terbangun dan berniat menuju kamar, kulihat di ruang musholla istriku yang sedang bersujud di atas sajadah tipisnya. Aku melirik jam di dinding menunjukkan pukul 02.47 WIB. Ternyata istriku sedang Sholat Tahajjud. Selesai salam ia menengadahkan tangannya untuk bermunajjah berlinang air mata di pipi nya. Kuperhatikan dari kejauhan tanpa bersuara. Aku tak ingin konsentrasi nya terganggu dengan mengetahui keberadaanku.

Aku menuju kamar, duduk terpekur di sebelah anak semata wayangku. Memikirkan ketulusan istriku yang dalam diam selalu mendoakan keluarga kami di sepertiga malam.

Mungkin benar jika di balik kesuksesan seorang suami ada istri yang hebat. Seketika aku tersadar bahwa aku tak lagi ingat kapan terakhir kali bertanya apakah ia lelah setelah seharian mengurus anak dan pekerjaan rumah. Bahkan di tengah waktu istirahat nya ia menyempatkan bangun di sepertiga malam untuk bermunajat.

****

Assalamualaikum, permisi paket.”  teriak seorang kurir di luar gerbang rumah kami.

Aku mendengarnya dari ruang keluarga saat bermain bersama si kecil. Akhirnya paket yang aku pesan dua minggu yang lalu sampai di rumahku. Istriku yang saat itu berada di dapur segera bergegas keluar menghampiri kurir pengantar paket tersebut. Tak lupa sebelumnya ia menyambar kerudung yang tergantung di pinggiran kursi. Aku sengaja tidak keluar agar Istriku langsung yang menerima paket itu.

“Yah tolong bantu angkat, ini paketnya besar banget, aku gak kuat angkat sendiri,”

“Memangnya paket apa bun?”

Nggak tau yah, tapi bentuknya kayak gulungan gitu”

“Perasaan bunda gak beli apa-apa di online lho yah, tapi paket ini kok penerimanya atas nama bunda ya?”

Aku pun mengangkat paket itu masuk ke dalam rumah. memang lumayan berat dan membuatku sedikit ngos-ngosan saat membawa nya masuk ke dalam rumah.

“Coba dibuka dulu bun,” pintaku sembari meletakkan paket itu di lantai.

Sambil masih merasa heran Istriku mendudukkan si kecil di lantai dan beranjak mengambil cutter untuk membuka paket tersebut.

Aku duduk selonjoran di samping anakku sembari menatap layar hp yang kini telah ada di tanganku. Sesekali aku melirik ke arah Istriku. Meskipun raut muka herannya masih belum hilang, tapi ia tetap membuka paket gulungan itu.

Satu demi satu pembungkus paket ia sayat. Sebenarnya aku takut sayatan cutter itu mengenai dan merusak isi paket itu, namun aku pura-pura tidak peduli dan tidak tau.

Kelihatan sekali Istriku sedikit kesulitan membuka paket itu karena memang pengemasannya sangat rapi, namun aku tidak hendak membantunya. Aku sengaja membiarkan agar dia langsung yang membuka nya. Tak lama sebagian packing paket tersebut sudah terbuka dan memperlihatkan benda di dalamnya.

Karpet? Eh, ini ada surat nya juga, yah.” Lanjutnya sambil membuka surat tersebut.

 

“Istriku… ini adalah hadiah istimewa untukmu. Aku sengaja membelikannya untukmu. Kau pasti bingung kenapa aku memberikan Karpet Sajadah. Itu bukan karpet sajadah biasa. Karpet sajadah ini sengaja aku beli untuk digelar di Musholla rumah kita.

Mengapa aku membelinya? Aku tau tiap malam kau istiqomah terjaga untuk sholat dan berdoa. Aku pernah melihatmu sholat tahajud menggunakan sajadah tipismu yang telah usang. Aku ingin menggantinya dengan Karpet Sajadah ini. Agar lututmu tidak terasa dingin saat sujud di tengah Tahajud mu, agar keningmu nyaman saat bersujud pada Rabb mu, agar munajjahmu senantiasa khusuk saat mendoakanku dan anakmu. Maafkan aku telah lama tak memperhatikanmu. Semoga hadiah kecil ini menjadi tanda rasa sayangku padamu­-Suamimu”.

Aku lihat matanya berkaca-kaca saat membaca pesan dariku. Dia pun memandangku sembari tersenyum manja diikuti kedua lengannya yang melingkar di tubuhku.

Tangis nya pecah, ucapan terima kasih bertubi-tubi ia ucapkan padaku.

Karpet sajadah Picasso Carpets ini sudah membuatku tertarik setelah membaca katalog nya beberapa waktu lalu sebelum menandatangani kontrak kerja dengan Pak Agus. Kulihat banyak review postif di situs web nya, www.karpetpersia.com

Semoga karpet sajadah ini membawa keberkahan dan membuat ibadah keluarga kami menjadi makin nyaman.

****

Kini setiap pulang bekerja aku selalu menyempatkan sholat berjamaah bersama Istriku di ruang musholla kami. Saat sholat subuh pun aku meminta Istriku untuk membangunkan ku agar bisa sholat berjamaah bersama. Tak jarang kami mengajak putra kami untuk sholat berjamaah.

Meskipun dia belum bisa menirukan gerakan sholat kami, tapi Dia menunggu kami hingga selesai sholat dengan duduk khusuk. Setelah selesai sholat, si kecil begitu senangnya merangkak kesana kemari, berguling kesana kesini diatas Karpet sajadah yang begitu lembut dan empuk.

 

 

BACA JUGA
Sepenggal Kisah Tentang Perjuangan Mencari Nafkah
BISNIS BUKAN HANYA TENTANG UNTUNG RUGI
ANTARA JODOH DAN KARPET MASJID; Saat kau jadikan sujudmu untuk dapatkan cintamu
Sepenggal Kisah Tentang Menjadi Relawan Tsunami Anyer

Share halaman ini
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •