Sejarah Fatkhu Mekkah
Dalam perjalanan dakwah Rasulullah, banyak sekali peristiwa maupun kejadian penting yang dialami oleh Nabi beserta pengikutnya. Salah satu peristiwa besar yang mengubah peradaban dan takdir umat Islam adalah peristiwa Fatkhu Mekkah. Fatkhu Mekkah atau disebut juga Penakhlukan kota Mekkah yaitu peristiwa pembebasan kota Mekkah yang dilakukan oleh Rasulullah bersama umat Islam dari golongan Muhajirin dan Anshar, dimana kota Mekkah tersebut selama bertahun-tahun berada dibawah kekuasaan Kaum Quraisy.
Selain merupakan peristiwa jatuhnya kota Mekkah kepada kaum Muslim, Fatkhu Mekkah juga merupakan peristiwa pengampunan Rasulullah terhadap Suku Quraisy, dimana semua orang dari Suku Quraisy memeluk agama Islam dan mengakui bahwa tiada Tuhan yang patut disembah kecuali Allah dan Nabi Muhammad adalah Nabi sekaligus Utusan Allah. Keputusan orang-orang Quraisy untuk memeluk Islam merupakan keinginan mereka sendiri dan tanpa ada paksaan dari Nabi Muhammad maupun Umat Islam lain nya.
Latar Belakang Terjadinya Fatkhu Mekkah
Setelah enam tahun Nabi Muhammad hijrah bersama para sahabat dan pengikutnya, Nabi Muhammad membangun peradaban Islam di Kota Yatsrib. Kota yang sebelumnya bernama Yatsrib tersebut oleh Nabi Muhammad diubah menjadi Madinah. Madinah yang baru menjadi sangat maju dibawah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW.
Segala aspek dari kota Madinah seperti Aspek pendidikan, Aspek Perekonomian, Seni, dan Kemiliteran semakin memperkuat Kota Madinah. Kemajuan keempat Aspek tersebut tak lepas dari peranan Nabi Muhammad dan keempat Sahabat yaitu Abu Bakar, Umar Bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi thalib, dimana keempat Sahabat terebut memiliki keahlian masing-masing pada aspek-aspek yang disebutkan.
Sebagai contoh Ali bin Abi Thalib karena kecerdasannya di bidang ilmu pengetahuan hingga Nabi menjulukinya Babul Ilmi atau Pintunya Ilmu. Umar bin Khattab yang terkenal dengan keberanian dan kepiawaian dalam strategi perang, hingga dijuluki Singa Padang Pasir. Begitu juga Usman bin Affan yang pandai bersyair dan Abu Bakar yang ahli dalam bidang Ekonomi. Ditambah dengan kebijaksanaan dan keperwiraan Rasulullah sebagai pemimpin, menjadikan Kota Mekkah tertinggal sangat jauh jika dibandingkan dengan kemajuan Kota Madinah. Hal tersebut menjadikan Kaum Quraisy Mekkah merasa iri dan tersaingi.
Meskipun tinggal di Kota yang sangat maju seperti Madinah, namun Umat Islam memiliki satu kendala yaitu sulitnya akses untuk menjalankan Ibadah Haji ke kota Mekkah. Kecemburuan social yang dirasakan oleh Kaum Quraisy terhadap Umat Islam Madinah menjadi penyebab Kaum Quraisy selalu mempersulit Umat Islam untuk melaksanakan Ibadah Haji.
Melihat keresahan Umat Islam tersebut, Nabi pun berinisiasi untuk mendatangi Pembesar-pembesar Suku Quraisy Mekkah untuk membuat kesepakatan. Akhirnya pada tahun 628 M, Umat Islam yang diwakili oleh Nabi Muhammad, dan Kaum Quraisy yang diwakilioleh Suhail bin Amru, melakukan perundingan di Kota Hudaibiyah untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi antara Kaum Quraisy dan Umat Islam Madinah. Dari perundingan tersebut kemudian muncul Perjanjian yang disepakati oleh kedua belah pihak, yang disebut Perjanjian Hudaibiyah.
“ Dengan Nama Tuhan, ini perjanjian antar Nuhammad dan Suhail bin Amru, Perwakilan Quraisy. Tidak ada peperangan selama sepuluh tahun. Siapapun yang ingin mengikuti Muhammad maka diperbolehkan secara bebas. Dan siapapun yang ingin mengikuti Quraisy diperbolehkan secara bebas. Tahun ini Muhammad dan pengikutnya kembali ke Madinah, Tapi tahun Depan Mereka dapat masuk ke Mekkah untuk melakukan Thawaf disana selama tiga hari. Selama tiga hari tersebut, penduduk Quraisy akan mundur ke bukit-bukit, dan Muhammad serta pengikutnya tidak bersenjata saat memasuki Mekkah”
Secara garis besar isi dari perjanjian Hudaibiyah adalah terdiri dari 3 poin:
- Genjatan senjata selama 10 tahun, dimana tidak boleh ada peperangan antar Kaum Quraisy dan Umat Islam. Termasuk dilarang menyerang suku-suku yang menjadi sekutu kedua belah pihak.
- siapapun yang ingin mengikuti Nabi Muhammad ataupun Kaum Quraisy diperbolehkan secara bebas dan tidak boleh dihalangi.
- Diizinkannya Umat Islam untuk melaksanakan thawaf di Mekkah selama tiga hari, dengan syarat umat islam tidak membawa senjata ketika memasuki Kota Mekkah, dan Kaum Quraisy tidak melakukan penyerangan ketika Umat Islam melakukan Thawaf selama 3 hari.
Perjanjian Hudaibiyah tersebut berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Kedua kubu pun merasa diuntungkan dengan adanya perjanjian tersebut. Namun hal tersebut tidak berlangsung lama. Setelah dua tahun perjanjian tersebut dibuat, pada tahun 630 H Kaum Quraisy menyerang Suku Khuza’ah yang merupakan salah satu suku yang menjadi sekutu Umat Islam. Penyerangan tersebut menjadi tanda diingkarinya Perjanjian Hudaibiyah oleh Pihak Kafir Quraisy. Dimana dalam tersebut disebutkan bahwa tidak boleh ada peperangan selama 10 tahun, termasuk penyerangan terhadap suku-suku yang menjadi sekutu Umat Islam maupun Kaum Quraisy.
Nabi Muhammad yang mengetahui penyerangan Kaum Quraisy terhadap Suku Khuza’ah pun tidak tinggal diam. Bersama para Sahabat dan Umat Islam lainnya, Nabi melakukan musyawarah, sehingga diambilah keputusan untuk merebut kota Mekkah dari kekuasaan Kaum Quraisy.
Tanggal 10 Ramadhan 8 H Nabi Muhammad bersama 2.000 pasukan yang terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar berangkat dari Madinah menuju Kota Mekkah. Di perjalanan Suku-suku yang menjadi sekutu Umat Islam seperti Bani Aslam, Bani Mazinah, Bani Jahinah, dan Bani Ghifar ikut bergabung secara sukarela membantu Nabi Muhammad.
Hingga Akhirnya terkumpul sebanyak 10.000 pasukan yang tidak dipersiapkan sebelumnya ikut berjalan menuju Mekkah. Ketika tiba di daerah Marr Az-Zahran, Rombongan Umat Islam yang dipimpin Rasulullah dihadang oleh Abu Sufyan, yang merupakan kepala Suku Quraisy. Setelah melakukan dialog dengan Nabi Muhammad, Abu Sufyan akhirnya memutuskan untuk masuk Islam. Setelah melakukan dialog bersama Abu Sufyan tersebut, kemudia Nabi Muhammad bersama rombongan Umat Islam melanjutkan perjalanan ke Kota Mekkah
Strategi Penaklukan Mekkah
1. Pembagian Pasukan
Pada saat penakhlukan kota Mekkah, Nabi turut serta membawa 10.000 Pasukan yang terdiri dari Kaum Muhajirin, Kaum Anshar, serta Suku-suku lain yang menjadi sekutu Umat Islam. Sepuluh ribu pasukan tersebut oleh Nabi Muhammad dibagi menjadi 4 kelompok:
Kelompok pertama menyerang Mekkah dari arah Dzu Thuwa dipimpin oleh Khalid bin Walid.
Kelompok kedua yang menyerang Kota Mekkah dari arah bukit Ka’dah dipimpin oleh Zubair bin Awwam. Kelompok ini sekaligus mengemban tugas mengibarkan bendera di Al-Hajun.
Kelompok ketiga yang dipimpin oleh Abu Ubaidah bin Al-Jarrah menyerang dari arah Lembah menuju ke Mekkah.
Sedangkan kelompok keempat dipimpin oleh Sa’ad bin Ubaidah yang memimpin pasukan memasuki kota Mekkah dari Arah Barat.
2. Penyampaian Pidato
Melihat begitu banyaknya pasukan Umat Islam yang dibawa oleh Rasulullah, Kaum Quraisy yang tidak memiliki persiapan untuk berperang sama sekali, baik persenjataan maupun jumlah pasukan, akhirnya mengikrarkan perdamaian. Beberapa dari Kaum Quraisy melarikan diri ke Bukit-bukit dan pemukiman di sekitar mekkah.
Beberapa saat setelah berhasil memasuki kota Mekkah, Nabi Muhammad kemudian menyampaikan pidato yang berisi:
- Barang siapa yang masuk ke dalam Masjidil Haram maka ia aman
- Barang siapa yang masuk ke rumah Abu Sufyan maka ia aman
- Barang siapa yang menutup pintu rumah mereka maka mereka aman.
Apabila Kaum Quraiys melakukan salah satu hal tersebut maka akan mendapatkan pengampunan, sekaligus menjadi pertanda memeluk Agama Islam.
3. Pembersihan Ka’bah
Setelah menyampaikan pidato, kemudian Nabi Muhammad mengajak Pasukan Muslim memasuki Masjidil Haram. Disana Nabi Muhammad memerintahkan Pasukan Muslim untuk menghancurkan berhala-berhala yang ada di sekeliling Ka’bah. Sekitar 360 buah berhala yang dihancurkan oleh Pasukan Muslim termasuk berhala-berhala besar yang diberi nama Latta dan Uzza.
4. Melakukan Thawaf
Setelah Masjidil Haram bersih dari berhala-berhala, Nabi Muhammad kemudian mengajak para Sahabat untuk Thawaf mengelilingi Ka’bah, kemudian melakukan sholat Sunnah bersama para Sahabat.
Sesaat setelah peristiwa Fatkhul Mekkah tersebut turunlah surat Al-Maidah ayat 3. Ayat tersebut menjelaskan bahwa pada hari itu Agama Islam telah sempurna. Allah SWT berfirman:
ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلْإِسْلَٰمَ دِينًا ۚ فَمَنِ ٱضْطُرَّ فِى مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّإِثْمٍ ۙ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS: Al-Maidah:3)
Ketika Nabi menyampaikan ayat tersebut, seluruh Umat Islam berbahagia, kecuali empat Sahabat yaitu Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali. Para Sahabat menafsirkan ayat tersebut merupakan akhir dari tugas Nabi Muhammad. setelah Peristiwa Fatkhu mekkah, pemeluk Islam pun semakin banyak. Semua Suku-suku dari seluruh penjuru Jazirah Arab mulai mengenal Islam dan memeluk agama Islam dengan berbondong-bondong tanpa paksaan.