Share halaman ini
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  

A. Hukum Puasa Ramadhan

Puasa Ramadhan hukumnya wajib bagi setiap mulim laki-laki dan perempuan yang sudah Baligh dan berakal.  Hal tersebut sesuai dengan Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 183:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, supaya kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah:183)

Dari ayat diatas disimpulkan bahwa hukum puasa Ramadhan adalah wajib.

B. Orang-orang diperbolehkan meninggalkan puasa Ramadhan

Puasa Ramadhan memanglah suatu kewajiban bagi orang islam yang telah baligh dan berakal. Namun dalam beberapa kasus seseorang diperbolehkan meninggalkan puasa. Ada 4 golongan orang yang diperbolehkan meninggalkan puasa:

1. Orang sakit

Allah SWT berfirman:

وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

“Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan, pada hari-hari yang lain” (QS. Al Baqarah: 185)

Namun tidak semua orang yang sakit diperbolehkan untuk meninggalkan puasa. Prof Dr. Sulaiman Ar-Ruhali Guru besar di Universitas Syariah Islam Madinah sekaligus pengajar di masjid Nabawi menjelaskan ada 2 kriteria sakit yang diperbolehkan untuk meninggalkan puasa.

  • Mengalami sakit dan ia merasa berat untuk berpuasa karena sakit tersebut, namun apabila berpuasa tidak sampai membahayakan jiwanya atau salah satu anggota badannya.

Pada keadaan tersebut, boleh tidak berpuasa, namun yang lebih utama adalah memilih yang paling merinringankan. Jika yang dirasa paling ringan adalah melaksanakan puasa maka diajurkan berpuasa. Namun apabila yang paling ringan adalah meninggalkan puasa, maka diperbolehkan berbuka.

Contoh dari kondisi sakit seperti disebutkan di atas adalah sakit gigi. Sakit gigi memang terlihat sepele, namun terkadang yang mengalami merasa sangat berat. Meskipun tidak membahayakan jiwa ataupun anggota badan, namun apabila dilanjutkan berpuasa maka rasa sakit yang dirasakan akan semakin parah karena tidak dapat mengkonsumsi obat.

  • Mengalami sakit dan ia merasa berat untuk berpuasa karena sakit tersebut, namun apabila berpuasa akan membahayakan jiwanya atau salah satu anggota badannya.

Pada kondisi tersebut maka meninggalkan puasa sangatlah dianjurkan, bahkan dapat dikatakan haram berpuasa, karena apabila diteruskan berpuasa maka akan membahayakan jiwa atau anggota badan lainnya.

Nabi Muhammad SAW bersabdah:

لا ضرر ولا ضرار

“Tidak boleh memberikan mudarat kepada diri sendiri dan orang lain” (HR. Daruqutni)

 

2. Orang yang berpergian 

“Barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah:185).

Ketentuan orang berpergian yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa menurut Jumhur Ulama adalah sama dengan ketentuan menjamak sholat fardhu, yaitu:

  1. Jarak yang ditempuh minimal 48 mil atau 85 km
  2. Perjalanan tidak untuk tujuan maksiat
  3. perjalanan kurang dari 85 km dengan syarat dalam keadaan aniaya (kesulitan)
  4. Orang Tua Renta

Orang yang telah lanjut usia dan telah renta diperbolehkan untuk meninggalkan puasa berdasarkan dalil berikut:

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ

“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin” (QS. Al-Baqarah:184)

3. Wanita Hamil dan Menyusui

Hukum diperbolehkannya wanita hamil dan menyusui meninggalkan puasa adalah berdasarkan hadits berikut:

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ شَطْرَ الصَّلاَةِ وَعَنِ الْمُسَافِرِ وَالْحَامِلِ وَالْمُرْضِعِ الصَّوْمَ أَوِ الصِّيَامَ

“Sesungguhnya Allah meringankan separuh sholat dari musafir, juga puasa dari wanita hamil dan menyusui” (HR. Imam Nasa’i)

C. Ketentuan Menqadha Puasa dan Membayar Fidyah

Mengganti puasa Ramadhan yang ditinggalkan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

1. Menqadha Puasa

Menqadha puasa adalah mengganti puasa sebanyak yang ditinggalkan pada hari lainnya. hal tersebut berdasarkan dalil Al-quran surat Al-Baqarah ayat 185:

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ

Barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah:185).

Niat menqadha puasa:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma ghadin ‘an qadhā’I fardhi syahri Ramadhāna lillâhi ta‘âlâ.

Artinya, “Aku berniat untuk mengqadha puasa Bulan Ramadhan esok hari karena Allah SWT.”

Sedangan waktu dianjurkan melakukan qadha atau mengganti puasa adalah antara bulan Syawal hingga Sya’ban

2. Membayar fidyah

Fidyah merupakan kafarat atau denda yang harus dibayar oleh orang meninggalkan puasa. Fidyah tersebut berupa memberi makan fakir miskin. Tiap satu puasa yang ditinggalkan wajib mengganti dengan memberi makan satu fakir miskin. Makanan tersebut boleh bahan mentah atau makanan yang telah dimasak terlebih dahulu. Takaran fidyah yang harus dibayarkan untuk menggantikan satu hari puasa yang ditinggalkan adalah satu Mud. Satu Mud berarti 2 cakupan telapak tangan orang dewasa, dan apabila dikonversikan kedalam satuan Kilogram meiliki berat 2,75kg. meskipun demikian, keempat Imam mahdzab memiliki perbedaan pendapat berkenaan dengan konversi berat satu mud. Berikut konversi berat 1 mud berdasarkan 4 Mahdzab:

  1. Menurut mahdzab Hanafi, 1 Mud setara dengan 1,9 kg
  2. Menurut Mahdzab Malikki, 1 Mud setara dengan 1,4 kg
  3. Menurut Mahdzab Syafi’I, 1 Mud setara dengan 1,4 kg, sedangkan
  4. Menuruyt Mahdzab Hambali, 1 Mud setara dengan 1,25 kg

 

D. Penerapan Menqadha Puasa dan Fidyah

Menqadha puasa dan membayar fidyah memang dapat digunakan untuk menggantian puasa Ramadhan yang ditinggalkan, namun tidak semua orang yang meninggalkan puasa dapat menerapkan dua cara tersebut. Ada ketentuan-kententuan yang mengatur perihal penggunaan dua cara tersebut.

  • Menqadha Puasa

Orang yang boleh mengganti puasa dengan menqadha puasa adalah:

  1. Orang sakit yang memungkinkan untuk sembuh
  2. Musafir atau orang yang berpergian
  3. Wanita hamil dan menyusui yang mengkhawatirkan dirinya sendiri

Hal tersebut sesuai dengan dalil Al-Quran surat Al-baqarah ayat 185:

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

Barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah:185).

Dalam ayat tersebut jelas diterangkan bahwa orang yang sakit dan mushafir yang meninggalkan puasa wajib menggantinya dengan menqadha puasa di hari yang lain. Sedangkan untuk wanita hamil tidak diteragkan, namun berdasarkan ijma’ ulama wanita hamil dan menyusui yang meninggalkan puasa karena mengkhawatirkan kodisi dirinya sendiri hukumnya disamakan dengan orang sakit. Sehingga cara menggantikan puasa yang ditinggalkan adalah dengan menqadha.

Hal serupa dijelaskan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz, bahwa hukum wanita hamil dan menyusui yang merasa berat untuk berpuasa, maka diperbolehkan meninggalkan puas, sama halnya dengan orang sakit. Namun di saat telah mampu maka wajib menqadha.

  • Membayar Fidyah

Membayar fidyah adalah cara kedua yang dapat dilakukan untuk menggantikan puasa yang ditinggalkan. Orang-orang yang wajib membayar fidyah adalah:

  1. Orang tua renta yang tidak mungkin mengganti puasa dengan cara menqadha
  2. Orang sakit parah yang diperkirakan tidak dapat sembuh untuk menqadha puasa.

Hal tersebut berdasarkan dalil berikut:

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ

“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin” (QS. Al-Baqarah:184)

  • Menqadha dan Membayar Fidyah

Ada beberapa ulama yang berpendapat bahwa wanita hamil dan menyusui yang meninggalkan puasa dikarenakan mengkhawatirkan dirinya sendiri dan bayinya, maka cara mengganti puasanya adalah denga cara menqadha dan membayar fidyah. Menqadha puasa untuk dirinya sendiri dan membayar fidyah untuk anaknya.

Namun pendapat tersebut dinyatakan lemah. Sedangkan Jumhur Ulama’ dari keempat mahdzab berpendapat bahwa wanita hamil dan menyusui yang meninggalkan puasa, baik karena mengkhawatirkan diri sendiri maupun mengkhawatirkan bayi yang dikandung atau yang disusui, keduanya sama-sama wajib menqadha di hari yang lain setelah mereka mampu.

 

 

 

 

Sumber:

https://konsultasisyariah.com/22675-hukum-hutang-puasa-ramadhan-beberapa-tahun-belum-diqadha.html

https://rumaysho.com/7867-qadha-puasa-dan-fidyah.html

https://salam.ui.ac.id/qadha-dan-fidyah/

https://islam.nu.or.id/post/read/107273/1-sha-berapa-liter-beras

https://muslim.or.id/4439-tafsir-surat-al-baqarah-183-berpuasa-menggapai-takwa.html

https://muslim.or.id/4240-4-golongan-yang-mendapat-keringanan-tidak-berpuasa.html

https://muslim.or.id/30148-sakit-yang-membolehkan-tidak-puasa.html

https://rumaysho.com/10871-jarak-disebut-safar-yang-boleh-qashar-shalat.html

https://islam.nu.or.id/post/read/105797/ini-lafal-niat-qadha-puasa

 


Share halaman ini
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •