Dalam perjalanan berdakwah dan menyampaikan Agama Allah, Nabi Muhammad senantiasa didampingi dan didukung oleh para Sahabat. Kata Sahabat memang sudah tidak asing bagi umat Islam dan identik dengan orang-orang yang dekat dengan Rasulullah SAW. Namun siapakah yang dimaksud sahabat yang sebenarnya? Apa pengertian dari kata Sahabat menurut para ulama tafsir? Menurut pendapat Ibnu Hajar Al-Asqalani, pengertian dari kata Sahabat adalah orang-orang yang hidup pada zaman Nabi dan berjumpa dengan Nabi Muhammad, serta mengikuti ajaran Nabi Muhammad hingga akhir hayatnya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Sahabat haruslah memiliki empat kriteria, yaitu Hidup di zaman Nabi, pernah berjumpa dengan Nabi, mengikuti ajaran Nabi, yakni Islam, dan hingga akhir hayat masih tetap memeluk agama Islam. Keempat kriteria tersebut haruslah dimiliki oleh seseorang sehingga dapat disebut sebagai Sahabat Nabi.
SAHABAT ZAID BIN HARITSAH
Salah satu Sahabat yang sangat dekat dengan Nabi Muhammad SAW adalah Zaid bin Haritsa. Memiliki nama lengkap Zaid bin Haritsa bin Syahril bin Ka’ab, Ia merupakan seorang budak yang dimerdekakan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Tidak ada penjelasan secara pasti mengenai kapan Zaid lahir, namun beberapa riwayat menyebutkan bahwa Zaid lahir 47 tahun sebelum peristiwa Hijrah Nabi dari Mekkah ke Madinah. Riwayat lain menyebutkan bahwa Zaid lahir 10 tahun setelah kelahiran Nabi.
Pada periode awal penyebaran Islam, Zaid sudah mempercayai apa yang disampaikan Rasulullah dan mengakui keimanannya pada Allah, Tuhan yang Esa. Berkat keimanannya tersebut Zaid Bin Haritsa termasuk kedalam golongan Assabihunal Awwalun, yakni golongan para Sahabat yang sudah memeluk Islam sejak awal Nabi berdakwah. Kesetiannya pada Nabi Muhammad tidak dapat diragukan. Bukan hanya mendampingi dakwah Nabi di Mekkah, tetapi juga Zaid Bin Haritsah menemani Rasulullah ketikah Hijrah ke Madinah.
ZAID BIN HARITSAH ADALAH ANAK ANGKAT NABI
Setelah mengucapkan dua kalimat Syahadat, Zaid telah resmi menjadi seorang Muslim. Rasulullah Muhammad SAW kemudian mengumumkan pada para Sahabat lainnya, bahwa Zaid telah menjadi anak angkat Rasulullah dan menyematkan nama beliau sebagai nama belakang Zaid. Setelah peristiwa tersebut, para sahabat memanggil Zaid degan sebutan Zaid bin Muhammad.
Setelah beberapa waktu menggunakan nama Zaid bin Muhammad, kemudian turunlah ayat Al-quran yang menjelaskan tentang larangan menisbatkan nama belakang seseorang selain nama ayah kandungnya. Ayat tersebut yakni Quran Surat Al-Ahzab Ayat 5:
ٱدْعُوهُمْ لِءَابَآئِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِندَ ٱللَّهِ ۚ فَإِن لَّمْ تَعْلَمُوٓا۟ ءَابَآءَهُمْ فَإِخْوَٰنُكُمْ فِى ٱلدِّينِ وَمَوَٰلِيكُمْ ۚ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَآ أَخْطَأْتُم بِهِۦ وَلَٰكِن مَّا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا
Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS: Al-Ahzab:5)
Sejak peristiwa turunnya ayat tersebut, Rasulullah dan para Sahabat menisbatkan nama belakang Zaid dengan nama ayahnya sendiri, yakni Haritsa. Sehingga panggilan Zaid yang awalnya Zaid bin Muhammad berubah menjadi Zaid bin Haritsa.
Zaid bukan hanya sahabat dekat sekaligus anak angkat Rasulullah. Ia juga merupakan prajurit yang sangat pemberani dalam berjuang dan membela Agama Allah. Ketika perang Badar berkecamuk, Zaid dengan gagah berani berdiri di barisan paling depan untuk melindungi Rasulullah. Begitu pula ketika terjadi Perang Uhud dan Perang Khandaq, Zaid berperan sebagai Panji Utama pada perang tersebut. Bukan hanya itu, ketika Rasulullah dan umat Islam akan menghadapi Perang Mu’tah, Zaid lah yang diberi amanah oleh Nabi Muhammad SAW untuk menjadi perwira perang.
NAMA ZAID DISEBUTKAN DALAM AL-QURAN
Zaid bin Haritsa bukan hanya sahabat dekat sekaligus anak angkat Nabi Muhammad, akan tetapi Zaid merupakan Sahabat yang diberi kemulyaan dan kehormatan oleh Allah SWT, dimana Ia adalah satu-satunya sahabat yang disebut secara langsung oleh Allah di dalam Al-Quran. adalah Surat Al-Ahzab ayat 37, ayat Al-Quran yang secara langsung dan gamblang menyebut Nama Zaid.
وَإِذْ تَقُولُ لِلَّذِي أَنْعَمَ اللَّـهُ عَلَيْهِ وَأَنْعَمْتَ عَلَيْهِ أَمْسِكْ عَلَيْكَ زَوْجَكَ وَاتَّقِ اللَّـهَ وَتُخْفِي فِي نَفْسِكَ مَا اللَّـهُ مُبْدِيهِ وَتَخْشَى النَّاسَ وَاللَّـهُ أَحَقُّ أَن تَخْشَاهُ ۖ فَلَمَّا قَضَىٰ زَيْدٌ مِّنْهَا وَطَرًا زَوَّجْنَاكَهَا لِكَيْ لَا يَكُونَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ حَرَجٌ فِي أَزْوَاجِ أَدْعِيَائِهِمْ إِذَا قَضَوْا مِنْهُنَّ وَطَرًا ۚ وَكَانَ أَمْرُ اللَّـهِ مَفْعُولًا
Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: “Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah”, sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi. (QS: Al-Ahzab:37)
Sebab dari turunnya ayat tersbut berawal dari perjodohan yang dilakukan Nabi untuk Zaid bin Haritsa dan Zainab binti Jahsy. Zainab merupakan seorang wanita dari keluarga bangsawan yang memiliki pengaruh kuat terhadap masyarakat Kota Mekkah, sedangkan Zaid bin Haritsah berasal dari kalangan hamba sahaya. Perjodohan tersebut bertujuan untuk menghapuskan sistem kasta yang masih melekat pada tradisi masyarakat Arab pada masa itu.
Zaid, seorang budak yang dimerdekakan Rasulullah, sengaja dijodohkan dengan Zainab yang seorang wanita bangsawan yang sangat berpengaruh di kalangan masyarakat Arab. Dengan adanya perjodohan tersebut, Rasulullah SAW ingin menunjukkan pada umat muslim bahwa di dalam agama Islam tidak ada sistem kasta yang membedakan derajat manusia kecuali keimanan dan ketakwaan. Zainab yang awalnya menolak perjodohan tersebut akhirnya menerima dan menikah dengan Zaid.
Setelah bertahun-tahun menikah dengan Zaid, Zainab yang sedari awal merasa derajatnya jauh lebih tinggi dibandingkan Zaid, selalu merendahkan dan mengungkit latar belakang Zaid yang pernah menjadi budak. Rasulullah yang mengetahui hal tersebut, senantiasa menasehati Zaid agar tetap bersabar dan berbuat baik terhadap Istrinya. Hingga akhirnya Zaid bercerai dengan Zainab dan kemudian turunlah Surat Al-Ahzab ayat 37.
GUGURNYA ZAID PADA PERANG MU’TAH
Perang Mu’tah merupakan perang yang dilakukan pasukan muslim melawan pasukan dari kekaisaran Romawi di daera Mu’tah, yaitu suatu kota kecil di sebelah timur Yordania. Perang Mu’tah sendiri terjadi pada tanggal 5 Jumadil Awan tahun ke-8 Hijriah atau 629 Masehi. Perang ini merupakan perang yang tidak sebanding, dimana pasukan Romawi berjumlah 200.000 orang, sedangkan pasukan muslim hanya berjumlah 3.000 orang.
Penyebab terjadinya perang Mu’tah bermula dari terbunuhnya seorang Sahabat di kota Mu’tah. Adalah Harits bin Umair, seorang sahabat yang diutus Rasulullah untuk mengirimkan surat kepada Raja Bushra. Ketika di tengah perjalanan, Harits bin Umair dibunuh oleh salah satu prajurit yang disuruh oleh Kekaisaran Romawi.
Menurut adat dan aturan pada masa itu, membunuh seorang utusan berarti tantangan untuk berperang. Rasulullah yang mengetahui Harits terbunuh , memerintahkan kepada para sahabat untuk mempersiapkan peperangan sesuai dengan tantangan Kaisar Romawi dan menunjuk Zaid bin Haritsah menjadi Panglima perang utama pada perang Mu’tah sekaligus pembawa panji (bendera) Rasulullah.
Sebelum berangkat ke medan pertempuran, Rasulullah sudah berpesan pada pasukan muslim, isi dari pesan tersebut ialah:
“Panji (bendera) ini aku berikan kepada Zaid bin Haritsah, jika dalam pertempuran nanti Zaid gugur, maka panji diberikan kepada Ja’far bin Abi Thalib. Apabila Ja’far juga gugur, maka berikan panji ini pada Abdullah bin Rawahah, dan apabila Abdullah bin Rawahah gugur, maka berikan panji ini kepada Khalid bin Walid”
Zaid bin Haritsah pun berangkat memimpin pasukan muslim. Dan sama seperti pesan yang disampaikan Rasulullah, Zaid bin Haritsah gugur di medan pertempuran dengan 90 luka sabetan pedang dan hunusan tombak di sekujur tubuhnya. Panji Rasulullah kemudian diberikan kepada Ja’far bin Abi Thalib. Dengan sekuat tenaga Ja’far berusaha mempertahankan Panji Rasulullah yang Ia pegang. ketika tangan kanannya terpotong, Ia pun memegangnya dengan tangan kiri, dan ketika tangan kirinya terpotong, Ia memeluk Panji Rasulullah dengan dadanya. Hingga akhirnya Ja’far pun gugur dan kemudian Panji Rasulullah diberikan kepada Abdullah bin Rawahah. Menghadapi pasukan musuh yang tidak sebanding dengan pasukan muslim, Abdullah bin Rawahah pun gugur menyusul kedua rekannya. Hingga Panji diberikan pada Khalid bin Walid dan Allah memberikan hadiah kemenangan pada umat Islam.
Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Anfal ayat 65:
“Jika ada diantara kalian 20 orang yang bersabar maka akan mengalahkan 200 orang.” (QS: Al-Anfal:65)
Demikian cerita singkat tentang Zaid Bin Haritsah. Seorang budak yang dibebaskan oleh Nabi Muhammad, diangkat menjadi anak, dinikahkan dengan wanita bangsawan, hingga gugur di medan pertempuran. Seorang sahabat yang sangat dekat dengan Rasulullah hingga disebut sebagai “Nabiyul Hubb” atau cintanya Nabi, sekaligus satu-satunya sahabat yang disebut langsung namanya di dalam Al-Quran.
Sumber: