Share halaman ini
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  

PENGERTIAN AL-QURAN

Al-quran  merupakan kalam illahi yang diwahyukan kepada Nabi Akhiruzaman, yang tidak lain adalah Rasulullah Muhammad SAW. Al-quran merupakan wahyu sekaligus mu’jizat Nabi Muhammad SAW.

Dikatakan sebagai wahyu, karena Al-Quran disampaikan oleh Allah kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril, yang kemudian disampaikan kepada segenap umat Islam di dunia dan dijadikan sebagai pedoman hidup serta kitab suci bagi umat islam. Dikatakan sebagai mu’jizat, karena Al-Quran merupakan hal luar biasa yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW yang kemurniannya senantiasa dijaga oleh Allah hinga akhir zaman.

Meskipun merupakan kitab suci dan pedoman bagi umat islam, namun tidak banyak orang yang mengetahui apa sebenarnya yang dinamakan Al-Quran. Secara bahasa Al-quran berasal dari kata Qara’a yang berarti membaca.

Sedangkan menurut etimologi para ulama menyetujui bahwa Al-Quran adalah kalam ilahi yang diturunkan melalui Malaikat Jibril dengan jalan Muthawatir (berangsur-angsur). Dari sini jelas bahwa Al-Quran adalah kalam ilahi atau firman Allah.

Sedangkan yang telah berbentuk buku yang sering dibaca oleh umat islam disebut dengan Mushaf. Jadi kesimpulannya, Al-Quran adalah firman Allah, sedangkan Mushaf adalah buku atau kitab yang berisi firman Allah SWT.

SEJARAH PEMBUKUAN AL-QUR’AN

Al-Quran dikumpulkan pada dua masa, yaitu pada masa Rasulullah SAW dan pada masa Khulafaur Rasyidin.

1. PEMBUKUAN AL-QURAN PADA ZAMAN NABI SAW

Al-quran yang merupakan sumber ajaran islam yang diwahyukan secara Muthawatir pada saat terjadi suatu peristiwa tertentu. Misalnya pada saat orang-orang munafik memperlihatkan ibadah mereka di hadapan orang banyak, hal tersebut dilakukan agar mereka dianggap muslim yang taat.

Kemudian berdasarkan peristiwa tersebut turunlah surat Al-Maun. Peristiwa yang mendasari turunnya suatu surat atau ayat dalamm Al-Quran dinamakan Ababul Nuzul, penyebab turunya (surat/ayat Al-quran).

Ketika surat atau ayat-ayat Al-quran tersebut turun secara mutawatir (berangsur), Nabi Muhammad tidak langsung menulisnya, hal tersebut dikarenakan Nabi Muhammad bersifat Umiy. Yang dilakukan Rasulullah pada waktu itu ialah menghafalkannya.

Disamping rasulullah menghafalkan secara pribadi, Nabi juga memberikan pengajaran kepada sahabat-sahabatnya untuk dipahami dan dihafalkan, ketika wahyu turun Rasulullah menyuruh Zaid bin Tsabit untuk menulisnya agar mudah dihafal karena Zaid merupakan orang yang paling berpotensi dalam penulisan, sebagian dari mereka dengan sendirinya menulis teks Al-qur’an untuk dimilikinya sendiri diantara sahabat tadi, para sahabat selalu menyodorkan Al-qur’an kepada Nabi dalam bentuk hafalan dan tulisan-tulisan.

Pada masa rasullah untuk menulis teks Al-qur’an sangat terbatas sampai-sampai para sahabat menulis Al-Qur’an di pelepah-pelepah kurma,lempengan-lempengan batu dan dikeping-keping tulang hewan, meskipun Al-qur’an sudah tertuliskan pada masa rasulullah tapi Al-qur’an masih berserakan tidak terkumpul menjadi satu mushaf,

Pada masa Rasulullah, penjagaan Al-Qur’an dilakukan dengan dua cara: Al-jam’u fi al-shuduur (dihafal) dan al-jam’u fi al-shuthuuf (ditulis).

  • Al-Jam’u fi al-shudur

Al-Jam’u fi al-shudur atau juga cara penjagaan Al-quran dengan cara dihafalkan. Pada masa Rasulullah, menghafal Al-Qur’an adalah perhatian utama para sahabat. Mereka akan malu jika tidak menghafal Al-Qur’an. Tak heran jika ada riwayat yang mengatakan bahwa pada saat itu, di Madinah, hanya 4 sampai 6 orang saja yang tidak hafal Al-Qur’an.

  • Al-Jam’u fi al-shuthur

Pada masa Rasulullah penulisan Al-qur’an sudah dilakukan. Secara terpisah-pisah, ayat-ayat Al-Qur’an telah tercatat dalam mushaf-mushaf. Tak sedikit riwayat yang membuktikan hal itu. Para penulis adalah orang-orang pilihan di antara sahabat, yang ditunjuk langsung oleh Rasulullah. Penulisannya pun masih sangat terbatas yaitu diatas pelepah kayu, permukaan batu, dan tulang hewan yang suci.

2. PEMBUKUAN AL-QURAN PADA ZAMAN KHULAFAUR RASYIDIN
  •  Masa Abu Bakar R.A

Pembukuan Al-Quran dalam bentuk mushaf yang pertama kali terjadi pada masa khalifah Abu Bakar As-Siddiq atas usulan Sahabat Umar bin Khattab. Pembukuan tersebut  dilakukan karena kekhawatiran sahabat Umar  sebab banyak Qori’ dan penghafal Quran yang gugur dalam perang Yamamah, yang terjadi tahun 12 H.

Pada perang tersebut sekitar 70 orang Qori dan Khufadz gugur dalam medan perang. Selain banyaknya Qori dan Hufadz yang gugur di medan perang. Banyaknya kaum yang murtad dan kemunculan Nabi palsu juga menjadi faktor kekhawatiran Umar. Salah satu Nabi palsu yang sangat terkenal adalah Musailamah Al-Kahdzab yang berhasil ditumpas oleh Abu Bakar.

Semua faktor-faktor tersebut membuat umar khawatir Al-Quran akan punah dan tidak lagi terjaga. Pada awalnya khalifah Abu Bakar mennolak usulan Umar tersebut. Penolakan Abu Bakar dengan alasan dikarenakan hal tersebut tidak pernah dilakukan pada zaman Nabi Muhammad SAW.

 

BACA JUGA
14 Fakta Tentang Gus Sholah, Cendekiawan Muslim Pengasuh Ponpes Tebuireng Jombang
Virus Corona Merebak, Amankah Belanja Produk dari China?
Viral Virus Corona, Ternyata Ini Dia Cara Pencegahannya
Wajib Tau! Inilah 7 Tokoh Besar Islam Yang Lahir Di Bulan Februari
Wajib Tau! Ini Dia 5 Keutamaan Menuntut Ilmu Menurut Islam
10 Adab Terhadap Hewan Sesuai Ajaran Rasulullah, Nomer 9 Jarang Diketahui!

 

 

Namun Umar meyakinkan Abu Bakar bahwa tindakan tersebut untuk menjaga Al-quran dan demi kebaikan umat islam di seluruh dunia. Akhirnya Khalifah Abu Bakar menyetujui usulan Umar untuk membukukan Al-Quran dalam satu mushaf.

Kemudian Abu Bakar menyerahkan urusan tersebut kepada Zaid bin Tsabit. Pada awalnya Zaid pun menolak usulan tersebut dengan alasan yang sama dengan Abu Bakar sebelumnya. Namun setelah diyakinkan oleh Umar bin Khattab, akhirnya Zaid bin Tsabit pun menyetujuinya.

Zaid bin Tsabit dengan kecerdasannya mulai mengumpulkan ayat-ayat Al-Quran yang berserakan tertulis di batu-batu dan pelepah kurma. Dengan berpegang teguh pada para Hufadz yang masih tersisa Zaid bin Tsabit pun mulai menulis dan mengumpulkan ayat-ayat Al-Quran. Zaid sangatlah berhati-hati didalam penulisan Al-Quran, yang merupakan sumber pokok ajaran Islam dan menjadi pedoman semua umat Islam.

Setelah berhasil mengumpulkan ayat-ayat Al-Quran, menulis ulang, dan menyusunnya, Zaid kemudian menyerahkan hasil penyusunannya itu kepada Abu Bakar. Abu bakar kemudian menyimpannya hingga beliau wafat dan kemudian diberikan kepada Umar Bin Khattab yang merupakan Khalifah pengganti Abu Bakar.

  • Periode Umar Bin Khattab

Pada masa pemerintahan Umar Bin Khattab, Umar hanya fokus terhadap perluasan wilayah sehingga tidak terjadi penyusunan Al-Quran lagi. Selain itu tidak ada permasalahan yang berkaitan dengan Al-quran karena Al-Quran dianggap telah disepakati oleh para sahabat dan Tabi’in. Mushaf Al-Quran yang telah disusun pada masa Abu bakar pun masih disimpan oleh Umar hingga beliau wafat dan akhirnya disimpan oleh putrinya yang bernama Hafsah.

  • Masa Utsman bin Affan

Semakin banyaknya negara yang ditaklukkan oleh Umar Bin Khattab, semakin beragam pula pemeluk agama islam, dari sekian banyaknya pemeluk agama islam mengakibatkan perbedaan tentang Qiro’ah antara suku yang satu dengan yang lain, masing-masing suku mengklaim Qiro’ah dirinyalah yang paling benar.

Perbedaan Qiro’ah tersebut terjadi disebabkan kelonggaran-kelonggaran yang diberikan Nabi kepada Kabilah-kabilah Arab dalam membaca Al-qur’an menurut dialeknya masing-masing. Perbedaan dialek-dialek tersebut dikhawatirkan akan menjadikan perpecahan dikalangan ummat islam tentang kitab suci, seperti perbedaan yang terjadi dikalangan orang yahudi dan Nasrani yang mempermasalahkan perbedaan antara kitab injil dan taurat.

Selanjutnya Ustman Bin Affan membentuk lajnah (panitia) yang dipimpin oleh Zaid Bin Harist dengan anggotanya Abdullah bin Zubair. Said ibnu Ash dan Abdurahman bin Harits.

Ustman Bin Affan memerintahkan kepada Zaid untuk mengambil Mushaf yang berada dirumah Hafsah dan menyeragamkan bacaan dengan satu dialek yakni dialek Qurays, mushaf yang asli dikembalikan lagi ke hafsah.

Ustman Bin Affan menyuruh Zaid untuk memperbanyak mushaf yang diperbaruhi menjadi 6 mushaf, yang lima dikirimkan kewilayah islam seperti Mekkah, Kuffah, Basrah dan Suria, yang satu tersisa disimpan sendiri oleh Ustman dirumahnya. Mushaf ini dinamai Al-Imam yang lebih dikenal mushaf Ustmani, demikian terbentuknya mushaf ustmani dikarenakan adanya pembaruan mushaf pada masa ustmani.

  • Masa Ali Ibn Abu Thalib dan Masa-Masa Selanjutnya

Pembukuan Al-Quran yang dilakukan pada masa Abu Bakar hingga Usman bin Affan lebih terfokus pada pengumpulan dan mengurutkan surat saja. Belum ada harakat ataupun tanda titik pada tulisan-tulisannya.

Sehingga hanya kalangan tertentu saja yang bisa membacanya. Baru pada masa Pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib, Ali berinisiatif membubuhkan tanda baca (nuqath I’rab/harakat) pada ayatayat Al-Qur’an untuk memudahkan pembacaan. Ali memercayakan urusan itu kepada seorang ahli tata bahasa bernama Abu al-Aswad al-Du’a.

Sedangkan orang yang pertama kali membuat tanda titik untuk membedakan huruf-huruf dengan bentuk sama semisal pada huruf “ba’, ta’ dan tsa’  adalah Nashr ibn Ashim, tepatnya pada tahun 89H) atas usulan Hajaj ibn Yusuf al-Tsaqafi, salah seorang gubernur dinasti Daulah Umayyah yang berkuasa pada tahun 40-95H. Sedangkan tanda syakal diperkenalkan oleh Al-Khalil ibn ahmad al-Farahidi pada tahun 170 H.

Hingga saat ini Al-Quran terus mengalami perkembangan. Mulai dari bentuk mushaf nya yang menarik hingga Al-Quran Digital. Namun meskipun mengalami perubahan dari segi fisik, namun isi, bahasa, bacaan, susunan, dan lafadz-lafadz pada setiap ayat dan surat dalam Al-Quran masih tetap sama sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Hal tersebut dikarenakan Allah sendirilah yang menjaga kemurnian Al-Quran hingga yaumul Qiyamah.

Allah SWT berfirman dalam surat Al-Hijr ayat 9:

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا ٱلذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُۥ لَحَٰفِظُونَ

Sesungguhnya Kami yang menurunkan Al-quran dan Kami pula lah yang menjaganya” (QS.Al-Hijr:9)

 

SUMBER:

  • Al-Shobuni, Syeikh Muhammad Ali, al-Tibyaan fii ‘uluumi al-Qur’an. Jakarta: Dar al- kutub, 2003
  • Al-Mu’thi, Fathi Fawzi ‘Abd, Detik-detik Penulisan Wahyu. Jakarta: Zaman, 2009
  • Muhammad Qodirun Nur dan Masruhan, Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis. Jakarta: Pustaka Amani, 2001
  • http://mediaislamnet.com/2010/08/sejarah-penulisan-pengumpulan-dan-penyalinan-al-quran/
  • Syaikh Muhammad ‘Ali Ash-shobuni, Tibyaan Fii ‘uluumi al-Qur’an, , Makkah Alim al Kalam [s.a];No. Induk. 200007977

 


Share halaman ini
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •